Senin, 30 Agustus 2010

Mencukur Rambut Bayi

Diriwayatkan dari Ali RadhiAllahu 'anhu yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wassalam meng'aqiqahi Al-Hasan dengan seekor kambing, lalu beliau bersabda : "Wahai Fathimah, cukurlah rambutnya dan bershadaqahlah dengan perak seberat rambutnya." "Kami menimbangnya dan ternyata beratnya 1 dirham atau kurang dari sedirham." (Tirmidzi, Kitabul Adahi 1439, dan Ahmad, Musnadul Qabail no. 25930).

"Mencukur rambut bayi merupakan sunah Mu’akkad, baik untuk bayi laki-laki maupun bayi perempuan yang pelaksanaannya dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran dan alangkah lebih baik jika dilaksanakan berbarengan dengan aqiqah. Hal tersebut, sebagaimana sabda  Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wassalam : “Setiap yang dilahirkan tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan dicukur rambutnya serta diberi nama" (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan)

Dalam riwayat yang lain Rasulullah SAW bersabda : “Hilangkan darinya kotoran? (HR. Al-Bazzar) Ibnu sirin ketika mengomentari hadis tersebut berkata: “Jika yang dimaksud dengan kotoran tersebut adalah bukan mencukur rambut, aku tidak mengetahui apa maksudnya dengan hadis tersebut? (fathul Bari)

Mengenai faedah dari mencukur rambut bayi tersebut, Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Mencukur rambut adalah pelaksanaan perintah Rasulullah SAW untuk menghilangkan kotoran. Dengan hal tersebut kita membuang rambut yang jelek/lemah dengan rambut yang kuat dan lebih bermanfaat bagi kepala dan lebih meringankan untuk si bayi. Dan hal tersebut berguna untuk membuka lubang pori-pori yang ada di kepala supaya gelombang panas bisa keluar melaluinya dengan mudah dimana hal tersebut sangat bermanfaat untuk menguatkan indera penglihatan, penciuman dan pendengaran si bayi" (Athiflu Wa Ahkamuhu, hal 203-204)
Kemudian rambut yang telah dipotong tersebut ditimbang dan kita disunahkan untuk bersedekah dengan perak sesuai dengan berat timbangan rambut bayi tersebut. Ini sesuai dengan perintah Rasulullah SAW kepada puterinya fatimah RA : “Hai Fatimah, cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak sesuai dengan berat timbangan rambutnya kepada fakir miskin" (HR Tirmidzi 1519 dan Al-Hakim 4/237)
Dalam pelaksanaan mencukur rambut, perlu diperhatikan larangan Rasulullah SAW untuk melakukan Al-Qaz’u, yaitu mencukur sebagian rambut dan membiarkan yang lainnya (HR. Bukhori Muslim). Diriwayatkan dari Ibnu 'Umar, Ia berkata: Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wassalam melarang quza'. Aku bertanya kepada Nafi' :'Apakah quza' itu?' Nafi menjawab : ' Mencukur sebagian rambut bayi dan membiarkan sebagian yang lain.'" (HR. Bukhari, Kitabul Libas 5465, Muslim, Kitabul Libas was Zinah 3959, Ibnu MajahKitabul Libas 3527, dan Ahmad, Musnadul Muktsirin 4928.
 Teks Hadits ini menurut Apa yang ada pada Muslim.

Ada sejumlah gaya mencukur rambut yang termasuk Al-Qaz’u tersebut :
a. Mencukur rambut secara acak di sana-sini tak beraturan.
b. Mencukur rambut bagian tengahnya saja dan membiarkan rambut di sisi kepalanya.
c. Mencukur rambut bagian sisi kepala dan membiarkan bagian tengahnya
d. Mencukur rambut bagian depan dan membiarkan bagian belakang atau sebaliknya.

Demikianlah tuntunan Rasulullah SAW dalam hal mencukur rambut bayi yang baru lahir, mudah-mudahan kita semua diberi hidayah oleh Alloh SWT agar terus bisa menghidupkan sunah Rasulullah SAW tersebut. Amien.

Wallahu A`lam Bish-Showab, Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Cetak Halaman Ini

Minggu, 22 Agustus 2010

Aqiqah

Daftar isi
1 Hikmah Aqiqah[2]
2 Hewan Sembelihannya[4]
3 Kadar Jumlah Hewan[5]
4 Waktu Pelaksanaannya[6]
5 Pembagian daging Aqiqah[7]
6 Sumber Rujukan
7 Referensi

Aqiqah berasal dari kata ‘Aqq yang berarti memutus dan melubangi, dan ada yang mengatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong, dan dikatakan juga bahwa ia adalah rambut yang dibawa si bayi ketika lahir. Adapun maknanya secara syari’at adalah hewan yang disembelih untuk menebus bayi yang dilahirkan.[1]
Hukum aqiqah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunnah muakkadah, dan ini adalah pendapat Jumhur Ulama, berdasarkan anjuran Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan praktek langsung beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam. “Bersama anak laki-laki ada aqiqah, maka tumpahkan (penebus)darinya darah (sembelihan) dan bersihkan darinya kotoran (Maksudnya cukur rambutnya).” (HR: Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan)
Perkataannya Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang artinya: “maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan),” adalah perintah, namun bukan bersifat wajib, karena ada sabdanya yang memalingkan dari kewajiban yaitu: “Barangsiapa di antara kalian ada yang ingin menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan lakukan.” (HR: Ahmad, Abu Dawud dan An Nasai dengan sanad yang hasan).
Perkataan beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang artinya: “ingin menyembelihkan,..” merupakan dalil yang memalingkan perintah yang pada dasarnya wajib menjadi sunnah.

Hikmah Aqiqah[2]
Aqiqah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah diantaranya :
1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu alahi wa sallam dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim alaihissalam tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail alaihissalam.
2. Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadits, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya.” [3]. Sehingga Anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al Imam Ibunu Al Qayyim Al Jauziyah "bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh aqiqahnya".
3. Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya)".
4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan lahirnya sang anak.
5. Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari'at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
6. Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) diantara masyarakat.
Dan masih banyak lagi hikmah yang terkandung dalam pelaksanaan Syariat Aqiqah ini.

 Hewan Sembelihannya[4]
Hewan yang dibolehkan disembelih untuk aqiqah adalah sama seperti hewan yang dibolehkan disembelih untuk kurban, dari sisi usia dan kriteria.
Imam Malik berkata: Aqiqah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam aqiqah ini hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan sakit. Imam Asy-Syafi'iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan aqiqah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan dalam qurban.
Ibnu Abdul Barr berkata: Para ulama telah ijma bahwa di dalam aqiqah ini tidak diperbolehkan apa yang tidak diperbolehkan di dalam udhhiyah, (harus) dari Al Azwaj Ats Tsamaniyyah (kambing, domba, sapi dan unta), kecuali pendapat yang ganjil yang tidak dianggap.
Namun di dalam aqiqah tidak diperbolehkan berserikat (patungan, urunan) sebagaimana dalam udhhiyah, baik kambing/domba, atau sapi atau unta. Sehingga bila seseorang aqiqah dengan sapi atau unta, itu hanya cukup bagi satu orang saja, tidak boleh bagi tujuh orang.

 Kadar Jumlah Hewan[5]
Kadar aqiqah yang mencukupi adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas rahimahulloh: “Sesungguh-nya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengaqiqahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)
Ini adalah kadar cukup dan boleh, namun yang lebih utama adalah mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor, ini berdasarkan hadits-hadits berikut ini:
1. Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan agar dsembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadits sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)
2. Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya: “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)
Dan karena kebahagian dengan mendapatkan anak laki-laki adalah berlipat dari dilahirkannya anak perempuan, dan dikarenakan laki-laki adalah dua kali lipat wanita dalam banyak hal.

[sunting] Waktu Pelaksanaannya[6]
Pelaksanaan aqiqah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan aqiqahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (HR: Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)
Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadits Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata yang artinya: “Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, ke empat belas, dan ke dua puluh satu.” (Hadits hasan riwayat Al Baihaqiy)
Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunnah dan paling utama bukan wajib. Dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke tujuh.
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan aqiqahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya.
Aqiqah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan aqiqah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih aqiqah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diaqiqahi oleh ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa menurut saya, wallahu ‘Alam.
[sunting] Pembagian daging Aqiqah[7]
Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: Dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan daging aqiqah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunnahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: Dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.
Sumber Rujukan
Subulussalam (4/189, 4/190, 4/194)
Al Asilah Wal Ajwibah Al Fiqhiyyah (3/33-35, 3/39-40)
Mukhtashar Al Fiqhil Islamiyy 600
Tuhfatul Wadud Fi Ahkamil Maulud, Ibnu Al Qayyim 46-47
Al Muntaqaa 5/195-196
Mulakhkhash Al Fiqhil Islamiy 1/318
Fatawa Islamiyyah 2/324-327; Irwaul Ghalil (4/389, 4/405)
Minhajul Muslim, Abu Bakar Al Jazairiy 437
[sunting] Referensi
1. ^ Artikel Berjudul: Aqiqah Buah Hati Pada MediaMuslim.Info.
2. ^ "[{{{=http://nikmat-aqiqah.blogspot.com/2008/08/hikmah-aqiqah.html}}}]"
3. ^ Hadits shahih riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Dan Ibnu Majah
4. ^ Artikel Berjudul: Aqiqah Buah Hati Pada MediaMuslim.Info.
5. ^ Artikel Berjudul: Aqiqah Buah Hati Pada MediaMuslim.Info.
6. ^ Artikel Berjudul: Aqiqah Buah Hati Pada MediaMuslim.Info.
7. ^ Artikel Berjudul: Aqiqah Buah Hati Pada MediaMuslim.Info.
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Aqiqah"

Cetak Halaman Ini

Selasa, 17 Agustus 2010

Dzikir-Dzikir di Bulan Ramadhan

Dzikir-Dzikir di Bulan Ramadhan
Kategori Doa dan Wirid, Ramadhan | 25-08-2009 | 18 Komentar


Dzikir Ketika Melihat Hilal

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat hilal beliau membaca,

اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالإِِيمَانِ ، وَالسَّلامَةِ وَالإِِسْلامِ ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ

“Allahumma ahillahu ‘alayna bilyumni wal iimaani was salaamati wal islaami. Robbii wa Robbukallah. [Ya Allah, tampakkan bulan itu kepada kami dengan membawa keberkahan dan keimanan, keselamatan dan Islam. Rabbku dan Rabbmu (wahai bulan sabit) adalah Allah]” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ad Darimi. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan karena memiliki penguat dari hadits lainnya)

Ucapan Ketika Dicela atau Diganggu (Diusilin) Orang Lain

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ

“Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Inni shoo-imun, inni shoo-imun [Aku sedang puasa, aku sedang puasa]“.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). An Nawawi mengatakan, “Termasuk yang dianjurkan adalah jika seseorang dicela oleh orang lain atau diajak berkelahi ketika dia sedang berpuasa, maka katakanlah “Inni shoo-imun, inni shoo-imun [Aku sedang puasa, aku sedang puasa]“, sebanyak dua kali atau lebih. (Al Adzkar, 183)

Do’a Ketika Berbuka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka membaca,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

“Dzahabazh zhoma-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah [Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah]” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Adapun mengenai do’a berbuka yang biasa tersebar di tengah-tengah kaum muslimin: “Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu….”, perlu diketahui bahwa ada beberapa riwayat yang membicarakan do’a ketika berbuka semacam ini. Di antaranya adalah dalam Sunan Abu Daud no. 2357, Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 481 dan no. 482. Namun hadits-hadits yang membicarakan hal ini adalah hadits-hadits yang lemah. Di antara hadits tersebut ada yang mursal yang dinilai lemah oleh para ulama pakar hadits. Juga ada perowi yang meriwayatkan hadits tersebut yang dinilai lemah dan pendusta oleh para ulama pakar hadits. (Lihat Dho’if Abu Daud no. 2011 dan catatan kaki Al Adzkar yang ditakhrij oleh ‘Ishomuddin Ash Shobaabtiy)

Do’a Kepada Orang yang Memberi Makan dan Minum

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi minum, beliau pun mengangkat kepalanya ke langit dan mengucapkan,

أَللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِى وَأَسْقِ مَنْ سْقَانِى

“Allahumma ath’im man ath’amanii wasqi man saqoonii” [Ya Allah, berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku] (HR. Muslim no. 2055)

Do’a Ketika Berbuka Puasa di Rumah Orang Lain

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disuguhkan makanan oleh Sa’ad bin ‘Ubadah, beliau mengucapkan,

أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُونَ وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ الأَبْرَارُ وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ

“Afthoro ‘indakumush shoo-imuuna wa akala tho’amakumul abroor wa shollat ‘alaikumul malaa-ikah [Orang-orang yang berpuasa berbuka di tempat kalian, orang-orang yang baik menyantap makanan kalian dan malaikat pun mendo'akan agar kalian mendapat rahmat].” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Do’a Setelah Shalat Witir

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa pada saat witir membaca surat “Sabbihisma Robbikal a’laa” (surat Al A’laa), “Qul yaa ayyuhal kaafiruun” (surat Al Kafirun), dan “Qul huwallahu ahad” (surat Al Ikhlas). Kemudian setelah salam beliau mengucapkan

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ

“Subhaanal malikil qudduus”, sebanyak tiga kali dan beliau mengeraskan suara pada bacaan ketiga. (HR. Abu Daud dan An Nasa-i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengucapkan di akhir witirnya,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

“Allahumma inni a’udzu bika bi ridhooka min sakhotik wa bi mu’afaatika min ‘uqubatik, wa a’udzu bika minka laa uh-shi tsanaa-an ‘alaik, anta kamaa atsnaita ‘ala nafsik” [Ya Allah, aku berlindung dengan keridhoan-Mu dari kemarahan-Mu, dan dengan kesalamatan-Mu dari hukuman-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana yang Engkau sanjukan kepada diri-Mu sendiri]. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, An Nasa-i dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Do’a di Malam Lailatul Qadar

Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata, “Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab, “Katakanlah:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ [Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku].” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (http://rumaysho.com)
Dipublikasikan oleh muslim.or.id

Survey Pengukuran Hidrometri

Survey hidrometri dalam pembahasan ini terdiri dari :

Þ Pengukuran kecepatan arus

Þ Pengambilan sample sedimen

Tujuan dari pengukuran arus dan pengambilan sampel sedimen adalah untuk mendapatkan besarnya transportasi sedimen yang akan masuk ke dalam bendungan. Untuk mendapatkan data tersebut diperlukan pengukuran debit dan pengambilan sedimen dengan memperhatikan ketinggian muka air yang tercatat pada lokasi pengukuran.

Dari hasil itu dapat dibuat lengkung debit (rating curve) yaitu hubungan antara muka air dan debit. Dan dapat dibuat juga lengkung sedimen (sediment discharge rating curve) yaitu hubungan antara debit aliran dan debit sedimen. Dari data muka air yang tercatat, selanjutnya dihitung rata-rata tinggi muka air setiap harinya dan dengan menggunakan lengkung debit dapat dihitung debit rata-rata hariannya.

Dari debit rata-rata harian, dengan menggunakan lengkung sedimen, dapat dihitung debit sedimen rata-rata hariannya. Dengan mengetahui besarnya debit dan sedimen rata-rata setiap harinya, maka debit dan sedimen per tahun akan dapat dihitung.


Æ Lokasi Penyelidikan

Adapun kriteria pemilihan lokasi pengambilan angkutan sedimen dapat dijelaskan sebagai berikut :

- Lokasi pengambilan angkutan sedimen sebaiknya pada atau dekat pos duga air, karena ada hubungan antara gerakan sedimen dan debit aliran sungai.

- Lokasi pengambilan harus bebas dari pengaruh arus balik, jika ada pengaruh arus balik maka bentuk hubungan antara angkutan sedimen dan variabel hidrolis aliran sungai akan selalu berubah-ubah sehingga akan menyulitkan dalam analisa data, disamping itu juga diperlukan lebih banyak jumlah pengambilannya.

- Lokasi pengambilan angkutan sedimen di hilir pertemuan sungai sebaiknya juga dihindarkan, karena penyebaran konsentrasi sedimen pada penampang melintangnya sangat berbeda-beda. Hal ini disebabkan pencampuran konsentrasi sedimen pada penampang tersebut belum merata, sedangkan proses pencampuran itu sendiri berjalan dengan lambat, jadi diperlukan jarak tertentu ke arah hilir yang tergantung dari kecepatan aliran, kedalaman aliran dan lebar sungai.

- Pengambilan sedimen pada sungai yang dalam dan lebar, cara pengambilan sampelnya dapat dilaksanakan dari jembatan atau kabel melintang (cable ways).

Disamping keadaan lokasi seperti telah disebutkan di atas, masih perlu peninjauan lokasi pengambilan dari bentuk penampang melintang sungai itu sendiri, terutama pada sungai yang mempunyai dataran banjir, karena akan mempengaruhi kualitas data yang akan diperoleh.

Selama periode banjir, pengambilan angkutan sedimen harus lebih banyak jumlahnya. Oleh karena itu pemilihan lokasi pengambilan harus juga mempertimbangkan kemudahan-kemudahan untuk mencapai lokasi, keselamatan team pengukur, sarana pembantu untuk melaksanakan pengukuran pada pos duga air tempat pengambilan angkutan sedimen itu, terutama apabila banjir terjadi pada malam hari.

Dalam menentukan tempat pengambilan harus diusahakan pada penampang melintang yang sama dan relatif stabil. Dokumentasi foto lokasi pengambilan juga perlu agar diketahui perkembangan perubahan aliran yang terjadi, perubahan dasar dan tebing sungai agar memudahkan dalam membuat dan menganalisa hubungan antara debit sedimen dengan debit aliran (sediment discharge rating curve).

Æ Pengukuran Debit

Tujuan pengukuran debit ini adalah untuk mengetahui debit sesaat pada saat pengambilan sample sedimen, sehingga nantinya didapat hubungan kandungan sedimen dan debit. Pengukuran debit ini pada dasarnya merupakan pengukuran kecepatan arus yang terjadi pada satu penampang yaitu pada lokasi pengukuran.

Pengukuran debit pada dasarnya adalah pengukuran kecepatan arus pada penampang yang ditentukan. Pengukuran kecepatan arus dilaksanakan dengan alat ukur arus tipe baling-baling (OTT), untuk debit kecil, sedang sampai banjir. Dari lebar sungai yang telah diukur kemudian dibagi menjadi pias-pias setiap interval 1 meter. Pada tiap vertikal tersebut dilakukan pengukuran kecepatan pada 0,20 dan 0,80 dari kedalaman. Untuk kedalaman lebih dari 0.5 meter baru dilaksanakan 2 kali pengukuran tetapi untuk kedalaman dibawah 0.5 meter hanya dilakukan 1 kali pengukuran pada kedalaman 0.8 kedalaman. Seperti disajikan pada Gambar F.1 dan GambarF.2

Sedangkan bila debit air yang diukur merupakan limpahan atau pancuran maka pengukuran debit dilakukan dengan mengukur volume air yang melimpah selama interval waktu tertentu. Seperti disajikan pada Gambar F.3.


Untuk mendapatkan kecepatan rata-rata vertikal adalah dengan menggunakan rumus :

Vn = (V0,2 + V0,8 )/2

dimana :

Untuk kedalaman air > 0.5 m

Vn = kecepatan rata-rata pada vertikal n (m/det)

V0,2 = kecepatan pada vertikal 0,20 m dari muka air

V0,8 = kecepatan pada vertikal 0,80 m dari muka air


Sedangkan untuk perhitungan debit satu penampang adalah sebagai berikut :



Q = debit pada satu penampang (m3/det)

Vn = kecepatan rata-rata pada vertikal n (m/det)

dn = kedalaman pada vertikal ke n (m)

bn = lebar pada vertikal ke n (jarak diukur dari titik garis air di tepi sungai), (m)


Data pengukuran debit yang didapat dari lapangan harus diperiksa lebih teliti, dan kemudian didaftar sesuai dengan nomor urut pengukuran. Dari daftar tersebut selanjutnya diplot pada grafik untuk dibuat lengkung debit (rating curve).


Æ Pengambilan Sampel Sedimen

Pengambilan sample sedimen pada dasarnya di bedakan menjadi dua yaitu :

a. Pengambilan Sampel Sedimen Melayang

Muatan sedimen melayang (suspended load) merupakan sedimen yang melayang di dalam aliran sungai yang terutama terdiri dari butiran-butiran pasir halus yang senantiasa didukung oleh air dan hanya sedikit sekali interaksinya dengan dasar sungai, karena selalu didorong ke atas oleh turbulensi aliran. Kecepatan aliran pada saat mengangkut sedimen, lebih besar dibandingkan pada saat mengendapkannya, dengan demikian ada suatu bentuk hubungan antara debit aliran dengan konsentrasi muatan sedimen, walaupun hubungan tersebut mungkin angka korelasinya rendah. Puncak konsentrasinya biasanya tidak bersamaan waktunya dengan puncak hidrograf aliran.


Umumnya aliran sungai merupakan aliran turbulen, oleh karena itu tenaga gravitasi partikel-partikel sedimen dapat ditahan oleh gerakan turbulensi aliran, putaran arus (eddies) membawa gerakan partikel sedimen kembali ke atas dan tidak mengendap. Dari uraian tersebut, muatan sedimen melayang dibedakan menjadi tiga keadaan, yaitu :

a. Apabila tenaga gravitasi partikel sedimen lebih besar dari tenaga turbulensi aliran, maka partikel sedimen akan mengendap dan akan terjadi pendangkalan (agradasi) pada dasar sungai.

b. Apabila tenaga gravitasi partikel sedimen sama dengan tenaga turbulensi aliran, maka partikel sedimen tersebut tetap konstan terbawa aliran sungai ke arah hilir.

c. Apabila tenaga gravitasi partikel sedimen lebih kecil dari tenaga turbulensi aliran, maka dasar sungai akan terkikis dan akan terjadi penggerusan (degradasi) pada dasar sungai.


Metode yang digunakan untuk mengambil sampel sedimen melayang adalah dengan metode integrasi kedalaman, yaitu dengan cara menggerakkan alat ukur sedimen naik turun pada suatu vertikal dengan kecepatan gerak sama.


b. Muatan Sedimen Dasar

Partikel-partikel kasar yang bergerak sepanjang dasar sungai secara keseluruhan disebut dengan muatan sedimen dasar (bed load). Gerakan tersebut bisa bergeser, menggelinding atau meloncat-loncat, akan tetapi tidak pernah lepas dari dasar sungai.


Di bagian hulu sungai, muatan sedimen dasar umumnya merupakan bagian terbesar dari seluruh jumlah angkutan sedimen. Kualitas dan kuantitas material yang terbawa oleh aliran sepanjang dasar sungai tergantung dari penyebaran erosi di daerah pegunungan dan juga tergantung dari derajat kemiringan lereng, struktur geologi dan vegetasi.


Sample sedimen dasar yang dipakai adalah material dasar sungai pada masing-masing titik pengamatan. Pengambilan sample material dasar sungai ini kemudian dibawa ke laboratorium untuk mendapatkan grand size dan berat jenis dari material dasar sungai tersebut. Perhitungan besarnya laju sedimen dasar dengan mengunakan rumus empiris.


Pengambilan bed load lebih sulit jika dibandingkan dengan pengambilan suspended load karena :

(1) Partikel-partikelnya bergerak tidak secepat aliran.

(2) Karena bentuk dasar sungai akan mempengaruhi terjadinya variasi dalam besarnya pengangkutan sedimen.

(3) Setiap alat yang ditempatkan pada atau di dekat dasar sungai akan merubah kondisi aliran yang mengakibatkan pengukuran beban tidak betul.

(4) Jika alat ditempatkan di daerah loncatan (saltation zone) beberapa contoh yang diperoleh merupakan suspended material.

Beberapa persamaan untuk memperkirakan muatan sedimen dasar pada umumnya dikembangkan dari penyelidikan di laboratorium dengan skala kecil. Umumnya rumus yang digunakan adalah persamaan Meyer – Peter dan persamaan Einstein.



detikNews - Berita

Powered By Blogger

kunjungan google

Google bot last visit powered by Bots Visit

JADWAL SHOLAT

iklan

Promo & kejutan di LAZADA